.quickedit{display:none;}

Sabtu, 27 Desember 2014

Resensi Novel Bulan Terbelah Di Langit Amerika (Nurlaila Maidah)

RESENSI NOVEL BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA
BY : NURLAILA MAIDAH


Islam dan Amerika
Judul Buku: Bulan Terbelah di Langit Amerika
Penulis: Hanum Salsabiela Rais, dan Rangga Almahendra 
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama 
Tahun Terbit: Juni, 2014 
Tebal: 344 Halaman

            Kali  ini pasangan suami istri ini melanjutkan cerita perjalanannya di Amerika. Ketika di novel 99 cahaya di langit Eropa mereka menceritakan hubungan islam dan Eropa, kali ini mereka menceritan hubungan Islam dan Amerika. Tidak kalah serunya dengan 99 cahaya di langit Eropa, bulan terbelah di langit Amerika seru dan membuat kita tercengang takjub akan keterkaitan islam dengan Amerika.
            Novel ini mengingat kita kembali ketika awal peristiwa black Tuesday 9 september 2001 yang telah merobohkan menara kembar World Trade Center hingga diperkirakan memakan korban 3000 orang. Pada halaman awal novel ini menceritakan bagaimana pembajakan di pesawat American Airlines Flight 11 yang begitu mudahnya dibajak, berawal dari mudahnya pembajak melewati x-ray bandara, kemudian pembunuhan-pembunuhan awak pesawat hingga ketika menelepon Air Traffic Control di Baston tidak ada jawaban dan mereka berfikir itu hanya latihan panggilan darurat. Hingga akhirnya pesawat tersebut menabrak menara kembar.
            Sebenarnya cerita novel ini adalah serba kebetulan. Berawal dari penugasan dari seorang bos, Gertrud Robinson. Hanum sebagai wartawan diperintahkan untuk menulis artikel di sebuah surat kabar Austria, yang bernama “Heute ist Wunderbar”, Today Is Wonderful, Hari Ini Luar Biasa. Hanum ditantang untuk menulis artikel berjudul “Would the world be better without Islam? Apakah dunia akan lebih baik tanpa Islam?”. Awalnya Hanum menolaknya karena dari judulnya saja sudah tidak dapat diterima akalnya yaitu melecehkan agamanya. Akan tetapi pada akhirnya ia menerima tantangan dari bosnya itu, karena menurut bosnya Hanumlah yang dapat menyelesaikan tugasnya itu, jika bukan Hanum yang menulis artikel itu pasti jawabannya “ya” dunia lebih baik tanpa islam, akan tetapi jika Hanum yang menulisnya ia dapat menjawab “tidak”.
            Pada waktu yang bersamaan Rangga juga ditugaskan oleh Profesornya untuk mempresentasikan makalahnya dalam sebuah konferensi  di Amerika Serikat dan sekaligus mengundang Phillipus Brown untuk memberikan kuliah umum di Universitas mereka, seorang pengusaha sukses dan filantropis terkenal, yang akan menjadi tamu kehormatan di konferensi tersebut.
            Hanum Salsabila dan Rangga Almahendra dalam buku kedua kolaborasi mereka, kembali menghadirkan sebuah buku yang sangat sayang untuk dilewatkan. Melalui novel ini kita akan melihat sekelumit kisah kehidupan Muslim Amerika Serikat pasca 9/11 dan jawaban dari tugas yang harus diemban Hanum diatas.
            Kisah selanjutnya adalah bagaimana kegiatan Hanum mencari narasumber untuk pembuatan artikelnya itu, perjuangan Hanum mencari-cari narasumber ditengah-tengah para pendemo yang menolak pembangunan masjid di komplek Ground Zero yang kemudian bertemu dengan Michael Jones, setelah itu bertemu dengan Julia Collins dan ternyata Rangga juga ketika di DC bertemu dengan Phillipus Brown. Semuanya terangkum seperti drama serba kebetulanlah inti dari novel ini.
            Sebenarnya kecewa ketika membaca akhir pada novel ini yang menerangkan bahwa novel tersebut hanya rangkuman fakta yang masih debatable. Tidak seperti novel 99 cahaya di langit Eropa yang gamblang menerangkan fakta-fakta nyata yang ada di Eropa. Akan tetapi tetap saja cerita dan gaya penulisan pada novel ini sangat menarik dan luar biasa hingga dapat menggugah para pembaca. Seperti pada kenyataan bahwa Amerika tidak lepas keterkaitannya dengan islam, baik sejarahnya, lambang-lambang yang digunakan pemerintahan di Amerika dan lain sebagainya.
            Novel ini juga menceritakan bagaimana keadaan islam setelah peritiwa 9/11 yang membuat kaum muslim di Amerika selalu di bully, dianggap teroris oleh masyarakat disana. Betapa mirisnya islam dipandang sebelah mata oleh orang-orang Amerika yang mengagap semua orang islam adalah teroris yang jahat telah meluluh lantahkan menara kembar hingga memakan banyak korban. Akan tetapi pada akhirnya masyarakat Amerika dan dunia mengubah persepsinya ketika Philipus Brown menyampaikan pidatonya yang menyatakan islam itu indah dan damai, mereka yang membuat kegaduhan dengan membajak kemudian menabrakan diri ketika tragedi 9/11 bukanlah islam yang sesungguhnya, islam yang sesunguhnya adalah damai dan indah.
            Seperti yang saya katakan tadi semuanya serba kebetulan, ternyata Philipus Brown mengenal suami Jullia Collin atau Azima Husaen, dan mengenal istri Micel Jones yang. Abe suami Azima Husaen keturunan arab adalah orang yang telah menyelamatkan Philipus Brown dan Anna istri Micel Jones adalah teman seperjuangan ketika berusaha menyelamatkan diri dari tragedi 9/11. Makanya Philipus Brown menyatakan mereka yang membumi hanguskan WTC(world trade center) adalah  bukan islam yang sesungguhnya, karena sepengetahuan dia yang menyelamatkannya dan yang telah mengorbankan hidupnya demi menyelamatkan Philipus Brown adalah orang islam yaitu Abe(Ibrahim Husaien suami Azima Husaien).
            Adanya pertautan sejarah Islam dengan Amerika Serikat merupakan salah satu kekuatan novel karena tidak banyak informasi yang menyebutkan hal ini. Bantahan  pengetahuan umum bahwa Cristopher Columbus merupakan penemu benua Amerika dapat dibaca pada halaman 131-132 .”Dan itulah mengapa Columbus juga mengatakan dalam jurnal pelayarannya, bahwa di atas sebuah pegunungan, ketika dirinya berlayar mendekati semenanjung timur Kuba di selat Gibara, ada kubah masjid yang indah seperti di negerinya, Spanyol. Ada yang mengatakan nama Kuba sendiri berasal dari bahasa Arab, Al-Qubbah”(hal 134).  Pahatan nukilan Surat An Nisaa ayat 135 yang terdapat di gerbang Fakultas Hukum Universitas Harvard dan mengapa ada kota bernama Mecca dan Medina yang terletak di wiayah negara bagian California, Indiana dan Ohia,  semata-mata untuk memperlihatkan tautan sejarah antara Islam dan Amerika. Terlepas apakah ini murni observasi langsung penulis atau hanya bersumber dari informasi media cetak dan elektronik, tidaklah akan mengurangi unsur pengetahuan di dalamnya.
Cerita diakhiri oleh ‘munajat’ Bulan kepada Bumi. “Bumi, kalian adalah saudara yang akan saling menolong pada akhir. Ketika aku dipinta Tuhan  untuk benar-benar terbelah lagi, dekaplah mereka, dan singkirkan anasir-anasir penggerogot nurani.”(hal. 335) Dan jelaslah alasan Hanum dan Rangga menamai judul novel mereka kali ini.
Secara keseluruhan buku ini sangat menarik untuk di baca. Bagi anda penikmat karya Hanum dan Rangga dan sudah membaca buku karya mereka sebelumnya, anda tidak akan sadar bahwa buku ini merupakan perpaduan antara drama, fakta dan fiksi, meskipun Rangga dan Hanum sudah menyatakannya dalam bab ucapan terima kasihnya. Seperti yang sudah saya lakukan, segera mencari profil Phillipus Brown di internet walaupun akhirnya saya jadi tersenyum kecil melihat hasil pencarian tersebut. Dan benar juga, rasanya tidak rela bahwa seluruh kisah dalam novel ini bukanlah nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar