RESENSI NOVEL BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA
BY : NURLAILA MAIDAH
Islam dan Amerika
Judul Buku: Bulan Terbelah di Langit Amerika
Penulis: Hanum Salsabiela Rais, dan
Rangga Almahendra
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Tahun Terbit: Juni, 2014
Tebal: 344 Halaman
Kali ini pasangan
suami istri ini melanjutkan cerita perjalanannya di Amerika. Ketika di novel 99
cahaya di langit Eropa mereka menceritakan hubungan islam dan Eropa, kali ini
mereka menceritan hubungan Islam dan Amerika. Tidak kalah serunya dengan 99
cahaya di langit Eropa, bulan terbelah di langit Amerika seru dan membuat kita
tercengang takjub akan keterkaitan islam dengan Amerika.
Novel ini mengingat kita kembali ketika awal peristiwa black Tuesday 9 september 2001 yang telah merobohkan menara kembar
World Trade Center hingga diperkirakan memakan korban 3000 orang. Pada halaman
awal novel ini menceritakan bagaimana pembajakan di pesawat American Airlines
Flight 11 yang begitu mudahnya dibajak, berawal dari mudahnya pembajak melewati
x-ray bandara, kemudian pembunuhan-pembunuhan awak pesawat hingga ketika
menelepon Air Traffic Control di Baston tidak ada jawaban dan mereka berfikir
itu hanya latihan panggilan darurat. Hingga akhirnya pesawat tersebut menabrak
menara kembar.
Sebenarnya cerita novel
ini adalah serba kebetulan. Berawal dari penugasan dari seorang bos, Gertrud
Robinson. Hanum sebagai wartawan diperintahkan untuk menulis artikel di sebuah
surat kabar Austria, yang bernama “Heute ist Wunderbar”, Today Is
Wonderful, Hari Ini Luar Biasa. Hanum ditantang untuk menulis artikel
berjudul “Would the world be better without Islam? Apakah dunia akan lebih baik
tanpa Islam?”. Awalnya Hanum menolaknya karena dari judulnya saja sudah tidak
dapat diterima akalnya yaitu melecehkan agamanya. Akan tetapi pada akhirnya ia
menerima tantangan dari bosnya itu, karena menurut bosnya Hanumlah yang dapat
menyelesaikan tugasnya itu, jika bukan Hanum yang menulis artikel itu pasti
jawabannya “ya” dunia lebih baik tanpa islam, akan tetapi jika Hanum yang
menulisnya ia dapat menjawab “tidak”.
Pada
waktu yang bersamaan Rangga juga ditugaskan oleh Profesornya untuk
mempresentasikan makalahnya dalam sebuah konferensi di Amerika Serikat
dan sekaligus mengundang Phillipus Brown untuk memberikan kuliah umum di
Universitas mereka, seorang pengusaha sukses dan filantropis terkenal, yang
akan menjadi tamu kehormatan di konferensi tersebut.
Hanum
Salsabila dan Rangga Almahendra dalam buku kedua kolaborasi mereka, kembali
menghadirkan sebuah buku yang sangat sayang untuk dilewatkan. Melalui novel ini
kita akan melihat sekelumit kisah kehidupan Muslim Amerika Serikat pasca 9/11
dan jawaban dari tugas yang harus diemban Hanum diatas.
Kisah
selanjutnya adalah bagaimana kegiatan Hanum mencari narasumber untuk pembuatan
artikelnya itu, perjuangan Hanum mencari-cari narasumber ditengah-tengah para
pendemo yang menolak pembangunan masjid di komplek Ground Zero yang kemudian
bertemu dengan Michael Jones, setelah itu bertemu dengan Julia Collins dan
ternyata Rangga juga ketika di DC bertemu dengan Phillipus Brown. Semuanya
terangkum seperti drama serba kebetulanlah inti dari novel ini.
Sebenarnya
kecewa ketika membaca akhir pada novel ini yang menerangkan bahwa novel
tersebut hanya rangkuman fakta yang masih debatable. Tidak seperti novel
99 cahaya di langit Eropa yang gamblang menerangkan fakta-fakta nyata yang ada
di Eropa. Akan tetapi tetap saja cerita dan gaya penulisan pada novel ini
sangat menarik dan luar biasa hingga dapat menggugah para pembaca. Seperti pada
kenyataan bahwa Amerika tidak lepas keterkaitannya dengan islam, baik
sejarahnya, lambang-lambang yang digunakan pemerintahan di Amerika dan lain
sebagainya.
Novel
ini juga menceritakan bagaimana keadaan islam setelah peritiwa 9/11 yang
membuat kaum muslim di Amerika selalu di bully, dianggap teroris oleh
masyarakat disana. Betapa mirisnya islam dipandang sebelah mata oleh
orang-orang Amerika yang mengagap semua orang islam adalah teroris yang jahat
telah meluluh lantahkan menara kembar hingga memakan banyak korban. Akan tetapi
pada akhirnya masyarakat Amerika dan dunia mengubah persepsinya ketika Philipus
Brown menyampaikan pidatonya yang menyatakan islam itu indah dan damai, mereka
yang membuat kegaduhan dengan membajak kemudian menabrakan diri ketika tragedi
9/11 bukanlah islam yang sesungguhnya, islam yang sesunguhnya adalah damai dan
indah.
Seperti
yang saya katakan tadi semuanya serba kebetulan, ternyata Philipus Brown
mengenal suami Jullia Collin atau Azima Husaen, dan mengenal istri Micel Jones
yang. Abe suami Azima Husaen keturunan arab adalah orang yang telah
menyelamatkan Philipus Brown dan Anna istri Micel Jones adalah teman
seperjuangan ketika berusaha menyelamatkan diri dari tragedi 9/11. Makanya
Philipus Brown menyatakan mereka yang membumi hanguskan WTC(world trade center)
adalah bukan islam yang sesungguhnya,
karena sepengetahuan dia yang menyelamatkannya dan yang telah mengorbankan
hidupnya demi menyelamatkan Philipus Brown adalah orang islam yaitu Abe(Ibrahim
Husaien suami Azima Husaien).
Adanya pertautan sejarah Islam dengan Amerika
Serikat merupakan salah satu kekuatan novel karena tidak banyak informasi yang
menyebutkan hal ini. Bantahan pengetahuan umum bahwa Cristopher Columbus
merupakan penemu benua Amerika dapat dibaca pada halaman 131-132 .”Dan itulah
mengapa Columbus juga mengatakan dalam jurnal pelayarannya, bahwa di atas
sebuah pegunungan, ketika dirinya berlayar mendekati semenanjung timur Kuba di
selat Gibara, ada kubah masjid yang indah seperti di negerinya, Spanyol. Ada
yang mengatakan nama Kuba sendiri berasal dari bahasa Arab, Al-Qubbah”(hal
134). Pahatan nukilan Surat An Nisaa ayat 135 yang terdapat di gerbang
Fakultas Hukum Universitas Harvard dan mengapa ada kota bernama Mecca dan
Medina yang terletak di wiayah negara bagian California, Indiana dan Ohia,
semata-mata untuk memperlihatkan tautan sejarah antara Islam dan Amerika.
Terlepas apakah ini murni observasi langsung penulis atau hanya bersumber dari
informasi media cetak dan elektronik, tidaklah akan mengurangi unsur
pengetahuan di dalamnya.
Cerita diakhiri oleh
‘munajat’ Bulan kepada Bumi. “Bumi, kalian adalah saudara yang akan saling
menolong pada akhir. Ketika aku dipinta Tuhan untuk benar-benar terbelah
lagi, dekaplah mereka, dan singkirkan anasir-anasir penggerogot nurani.”(hal.
335) Dan jelaslah alasan Hanum dan Rangga menamai judul novel mereka kali ini.
Secara keseluruhan buku ini sangat
menarik untuk di baca. Bagi anda penikmat karya Hanum dan Rangga dan sudah
membaca buku karya mereka sebelumnya, anda tidak akan sadar bahwa buku ini
merupakan perpaduan antara drama, fakta dan fiksi, meskipun Rangga dan Hanum
sudah menyatakannya dalam bab ucapan terima kasihnya. Seperti yang sudah saya
lakukan, segera mencari profil Phillipus Brown di internet walaupun akhirnya
saya jadi tersenyum kecil melihat hasil pencarian tersebut. Dan benar juga,
rasanya tidak rela bahwa seluruh kisah dalam novel ini bukanlah nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar