Rapuhnya Kesenian Sintren Akibat Perubahan Zaman
Oleh DIAH ARIYANTI DWI
ASIH
Sintren adalah salah satu kesenian tradisional masyarakat sepanjang pantura, seperti Cirebon, Indramayu,dan Pekalongan. Kesenian sintren banyak berkembang dikalangan masyarakat bawah oleh karena itu kesenian tersebut sering disebut seni foklor. Sebagai seni folklor keberadaan sintren menimbulkan berbagai praduga tentang asal usul dan perkembangannya. Sintren juga dikenal dengan nama lais.
Sintren merupakan sebuah tarian yang berbau mistis yang bersumber dari cerita cinta Kasih Sulasih dan Raden Sulandono. Sebelum pertunjukkan dimulai akan dilakukan dupan yaitu berdoa bersama, yang diiringi membakar kemenyan dengan tujuan memohon perlindungan agar selama pertunjukkan terhindar dari marabahaya.
Sesuai tradisi, sintren diperakan oleh seorang gadis yang masih suci yang dibantu oleh pawangnya dan diiringi gending. Kemudian si penari itu akan dimasuki roh bidadari sehingga dia akan menari dalam keadaan tidak sadar. Sesuai dengan pengembangannya, tari sintren sebagai hiburan budaya yang dilengkapi dengan penari pendamping dan bodor
(lawak).
Awal pementasan, sintren mulanya seorang gadis yang menari dengan pakaian biasa berwarna putih yang ditemani oleh dua dayang, lalu ditembangi dengan nyanyian sintren. Kemudian dalang i tu mengikat sekujur tubuh sintren itu dengan tali dan dibacakan mantra khusus kemudian sintren itu akan pingsan. Setelah itu sintren dimasukkan kedalam kurungan ayam yang ditutupi dengan kain, sambil diiringi dengan bacaan mantra tembang-tembang sintren.
Saat kurungan dibuka tiba-tiba sintren tersebut sudah memakai pakaian lengkap khas penari sintren dan memakai kacamata hitam. Dengan keadaan tidak sadar, sintren akan terus menari, bahkan mampu menari diatas kurungan ayam tersebut yang terbuat dari bambu. Selama sintren itu menari, para penonton diperbolehkan untuk menari bersamanya dan memberikan saweran. Tetapi apabila saweran itu dilempar kearah sintren, maka sintren itu akan jatuh dengan sendirinya dan ketika sintren itu diberdirikan lagi oleh dalangnya maka sintren itu akan menari lagi.
Pada akhir tarian ini, dalang akan membuat gadis tersebut tidak sadarkan diri lagi, kemudian dimasukkan kembali kedalam kurungan tersebut. Kemudian pada saat dibuka, gadis itu sudah kembali memakai pakaian yang semula ia pakai dan masih terikat sama seperti pertama ia dimasukkan kedalam kurungan itu.
Kesenian sintren ini tentu mempunyai simbol-simbol yang mengandung makna pesan dan nasehat. Namun pesan dan nasehat yang terdapat dalam symbol tersebut tidak akan memiliki makna apabila tidak dipahami atau dimengerti. Pertunjukkan sintren awalnya disajikan pada malam bulan pertama dan dipentaskan pada malam kliwon.
Kesenian sintren ini sudah menjadi sebuah kesenian yang langka bahkan di daerah kelahirannya sintren itu sendiri. Kesenian sintren ini dulu hanya dinikmati satu tahun sekali pada saat upacara-upacara besar atau acara hajatan pada orang kaya di kampung. Itu pun bagi
orang-orang yang masih menyukai kesenian sintren itu. Namun pada saat ini pertunjukkan sintren semakin singkat dan terkadang sudah ada yang tidak melibatkan roh lagi, karena saat ini sintren sudah tidak seperti dulu lagi karena pertunjukkan sintren sekarang sudah dicampur dengan musik lain.
Pada pertunjukkan saat ini,
banyak group yang
menampilkan dengan berpura-pura. Dan orang yang ikut melestarikan kesenian sintren juga sangat terbatas karena masyarakat saat ini pada umumnya lebih mengedepankan moderenitas gaya hidupnya dari pada mengangkat kebudayaansendiri. Sesungguhnya sangat mudah untuk melestarikan kesenian ini agar tidak hilang. Cara melestarikan kesenian ini kita tidak harus masuk kedalam group itu melainkan kita menjadikan kesenian sebagai objek wisata.
Kelangkaan kesenian ini bersumber dari masyarakat yang tidak mau untuk melestarikan atau mencintai kesenian sendiri. Janga kan untuk melestarikan, menjadi salah satu bagian pertunjukan saja harus berfikir dua kali.